JATIMULYO,merupakan sebuah desa yang terletak di barat daya kulon progo, D I Yogyakarta, berbatasan langsung dengan Kab, Purworejo. Di Jatimulyolah Makanan tradisional warisan nenek moyang ini bisa ditemukan. ‘Dawet Sambel’ namanya, sekitar 60 tahun yang lalu, ketika Dawet Sambel dicetuskan oleh seorang penjual Pecel, namanya adalah ‘Dawet Pecel’, Singkat cerita, ada salah satu warga Jatimulyo namanya Simbah Wagiyem, warga Asli padukuhan Sokomoyo, Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo. Mbah wagiyem yang berprofesi sebagai Penjual Pecel, Pecel adalah makanan dari sayuran yang direbus dengan di tambahkan Sambal kelapa dan nira kelapa sebagai pemanis. Mbah wagiyem selalu berjulan di pasar traditional setiap rabu dan Sabtu,Terkadang juga berjualan di setiap Even yang di adakan di desa. Jatimulyo berada di deretan Pegunungan Menoreh, tanah di Jatimulyo sangatlah subur, cocok untuk segala macam tanaman, apalagi jenis umbi umbian, tumbuhan Ganyong pada tahun 1950 an banyak ditemukan, Umbi yang kaya akan Gizi dan Berserat tinggi ini hampir setiap masyarakat di Jatimulyo menanamnya. Melihat potensi tersebut mbah Wagiyem memcoba untuk membuat sesuatu dari ganyong, awalnya simbah Wagiyem ingin membuat jenang ganyong, dengan cara memarut umbi ganyong, kemudian di peras untuk diambil sari patinya, dan dimasak dengan air mendidih,
Percobaan yang dilakukan Mbah Wagiyem ahirnya berhasil, tetapi tidak sampai situ saja, karena Mbah Wagiyem seorang pedagang, beliau haus akan inovasi untuk Ganyong untuk bias menjadi nilai Ekonomi.
Akhirya mbah Wagiyem kembali membuat jenang ganyong dengan hasil ahir di cetak menggunakan ayakan, pada saat itu Mbah wagiyem membuat Ayakan dari bekas Kaleng roti yang di lubangi menggunakan paku, sehingga bentuknya lembaran seng yang berlubang.
Setelah jenang matang langsung di tuang keatas ayakan dan di tekan menggunakan kayu dari atas, hingga keluar dari ayakan jenang yang berbentuk cacing yang sering kita sebut Dawet.
Melihat bentuk dari hasil olahan ganyong yang terlihat menarik, Mbah Wagiyem selalu membuat jenang dawet untuk di jadikan dawet.
Mulai dari situ mbah Wagiyem selalu membawa dawet saat berjualan, Awalnya hanya Dawet di tambah nira saja, sambil berjualan Pecel, Geblek, dan besengek.
Saat berjualan, Pecel mbah wagiyem selalu laris manis, sedangkan dawet yang Mbah Wagiyem buat terkadang masih sisa, jika tidak habis terkadang diberikan kepada tetangga atau teman berjualannya.
Pada suatu hari Mbah Wagiyem berjulan di acara Adat istiadat di Objek Goa Kiskendo,. Disaat berjualan,lagi lagi Pecel Mbah Wagiyem habis terjual duluan, sedangkan Dawet masih ada sedikit, Mbah wagiyem mencoba meracik sisa dawet dengan ditaburkan sisa sambal pecel, kemudian mbah Wagiyem memakannya sendiri.
Mbah wagiyem terkagetkan dengan rasa yang dihasilkan kombinasi dawet dicampurkan dengan sambel pecel, Manis taetapi ada pedes pedesnya,
Ahirnya dikemudian hari saat berjualan di pasar, mbah wagiyem meracik dawet dengan di tambahkan sambel pecel di atasnya, di bungkus plastic dan ditawarkan Orang orang di pasar Jatimulyo. Dari hari ke hari dawet mbah Wagiyem mengalami peningkatan dalam penjualan, selalu habis terjual setiap jualannya.
Dari situlah Mbah Wagiyem menamai dawetnya dengan nama DAWET PECEL.
Sekitar 20 Tahun berjualan, Mbah Wagiyem harus pensiun dari profesinya, karena Mbah Wagiyem ikut dengan Suaminya yang pada saat itu (1980) melakukan transmigrasi ke Sumatra.
Ahirnya Dawet Pecel mbah wagiyem diteruskan oleh adik nya yang bernama Mbah Waginah,
Pada saat itu banyak bermunculan penjual dawet Pecel, Terhitung ada sekitar 4 Orang pembuat dawet pecel di Jatimulyo.Saat masa mbah waginah, Dawet Pecel mengalami inovasi, yaitu dengan di tambah Tauge (Kecambah) untuk melengkapi Rasa dalam dawet pecel tersebut. Sepuluh tahun berjualan sendiri, pada tahun (1990) Mbah Waginah ditemani Mbah Ponirah dalam berjualan dawet pecel. Mbah ponirah adalah Adik ipar dari mbah Wagiyem dan juga Mbah Waginah. Mereka selalu bersama sama dalam berjualan dawet, setelah tahun 2000 an mbah waginah akhirnya terpaksa berhenti berjualan karena kondisi Usia yang sudah cukup tua. Pada saat itu Dawet warisan dari mbah Wagiyem di teruskan oleh Mbah Ponirah.

Mbah ponirah kerap hanya menjual Dawet saja di pasar, Kemudian tak jarang banyak pembeli menanyakan sambal pecel, ‘Kok dawet kaleh sambel tok mbah, lha pecel e pundi mbah?’ kata pembeli,
Kemudian mbah poirah tersenyum sambil menjawab ‘ Niki mboten onten pecel naming onten sambel pecel e’ Jadi tidak ada pecel tapi hanya ada sambalnya,
Nha, dari situ para pembeli menamainya Dawet Pecel menjadi Dawet Sambel, Mbah Ponirah pun demikian, karena untuk menghilangkan pertanyaan tentang pecel, yang sebenarnya yang dimaksud dengan Dawet Pecel itu adalah Dawet Sambel Pecel.
Pada masa Mbah ponirah, dawet pecel mengalami inovasi juga, dimana ditambahkanya racikan bumbu dawet sambal dengan Bawang Goreng dan Tahu goreng membuat Citarasa dawet sambal menjadi istimewa yaitu : Pedas, manis, dan Gurih.
Pada tahun 2009 Dawet Sambel diliput oleh Majalah Kabare, salah satu majalah terpopuler di Jogjakarta, Tim redaksi mendapatkan informasi dari Bupati Kulon Progo Bp. H. Toyo Santosa Dipo. Beliau pernah makan Dawet Sambel di Jatimulyo, karena Disetiap acara kedinasan atau acara penting di Jatimulyo memang dari masa mbah Wagiyem selalu Dawet Sambel sebagai suguhan yang harus ada . Mencicipi rasanya yang unik, pada saat itu pula Bp Dipo meminta media untuk meliput Dawet Sambel yang ada di Jatimulyo.
Mulai dari situ Dawet Sambel mulai terdengar di telinga banyak orang, yang mulanya hanya di telinga warga masyarakat Jatimulyo mulai merambah ke masyarakat luas, Hingga ahirnya Dawet Sambel mendapatkan penghargaan dari majalah kabare Nominasi Makanan Dengan Kombinasi Bahan ter Unik yang di berikan pada saat ulang tahun majalah kabare ke 7 di Jogjakarta pada tanggal 07 Juni 2009.
Dari tahun ke tahun Dawet Sambel mengalami peningkatan dalam produksi, apalagi Jatimulyo menjadi desa wisata, yang sudah secara otomatis pasti banyak tamu dan wisatawan dari luar daerah berdatangan untuk berwisata.
Kini penjual Dawet Sambel di Jatimulyo sudah menjamur, seiring muncul daya tarik wisata di Jatimulyo yang mendatangkan wisatawan, banyak warga yang beralih profesi, dulunya berternak dan berkebun sekarang menjadi penjual dawet, ada sekitar 10 orang penjual Dawet Sambel di Jatimulyo, masing masing berjualan berbeda tempat, ada di pinggir jalan, ada di lokasi daya tarik lokasi dan ada yang membuat warung. Hanya Dawet Sambel Mbah Ponirah yang masih bertahan berjualan dari rumah. Kenapa dilakukan? Karena untuk menjaga Keaslian dan Kearifan lokal, karena Tempat mbah ponirah membuat dawett saat ini adalah tempat cikal bakal Dawet Sambel Jatimulyo di cetuskan.
Saat ini Dawet Sambel sudah sangat melekat dengan Jatimulyo, menjadi salah satu makanan khas di Jatimulyo. Dan hanya bisa ditemukan di Jatimulyo.
Suhandri, Cucu dari mbah ponirah memilih untuk tinggal di kampong halaman setelah melakukan pemagangan di negeri sakura selama 3 tahun,
Melihat potensi desa Jatimulyo yang semakin ramai dan maju dengan adanya banyak tempat pariwisata di Jatimulyo membuat dirinya mengurung niat untuk menruskan pemagangannya.
Apalagi melihat potensi Dawet Sambel itu sendiri, Suhandri mencoba untuk mengembangkan dan mempertahankan resep dawet sambal yang sudah dirintis oleh ssesepuh sesepuhnya yang sudah turun temurun sampai 3 Generasi. Suhandri memulai mengembangkan pada tahun 2018, dimana mencoba mengemas Dawet Sambel dengan menggunakan Cup, sehingga kemasan Dawet Sambel lebih menarik dan bisa di bawa pulang apabila ada pembeli yang ingin membawa pulang.
Kemudian Suhandri juga selalu mengikuti seminar tentang Kewirausahaan, yang diadakan oleh dinas ataupun instansi terkait, misinya adalah mengenalkan Dawet Sambel kepada Khalayak umum, khususnya Masyarakat Kulon Progo. Usahanya membuahkan hasil, ketika Dawet Sambel diundang untuk mengikuti Manunggal Fair. Sebuah even pameran pembangunan terbesar di Kulon Progo.
Dari situ Suhandri semakin percaya akan Potensi makanan Dawet Sambel akan mempunyai nama yang sangat besar di Kulon Progo,
Ahirnya bermula dari Manunggal Fair berbagai kegiatan kulinerpun di ikuti, seperti Pasar Kangen Yogyakarta, Festival Kuliner Yogyakarta, Sloso Wagen, Gelar Ekonomi Kreativ, dan dalam acara even kuliner lainnya
Dan pada tahun 2019 Dawet Sambel Mewakili dari Kabupaten Kulon Progo di Tetapkan sebagai Makanan Warisan Budaya Tak Benda Nasional (WBTB) oleh Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral kebudayaan
Sembari terus menerus dalam mempromosikan Dawet Sambel, Suhandri juga menanam tanaman ganyong sendiri yang saat ini mulai punah dikarenakan system agroforestry lahan pertanian di Jatimulyo, harapannya supaya bahan baku Dawet Sambel mbah ponirah tetap bisa terpenuhi di daerah sendiri. Karena tidak sedikit yang menggunakan bahan substitusi lainnya, seperti tepung gelang (aren), tepung kanji, dll
Suhandri bermimpi semua penjual Dawet Sambel di Jatimulyo bisa menggunakan Bahan baku dari daerah sendiri.
Dawet Sambel menjadi bagian hal penting dari Dunia Kepariwisataan yang ada di Jatimulyo, menjadi Ketua desa Wisata Jatimulyo, Suhandri mengangkat kuliner Dawet Sambel sebagai salah satu Unggulan Paket Wisata di Desa wisata Jatimulyo. Hal ini bertujuan menguri uri dan mempertahankan Makanan tradisional yang ada di Jatimulyo, sekaligus sebagai media promosi kepada masyarakat luas.
Paket Wisata Dawet Sambel adalah belajar tentang Sejarah, Budidaya ganyong hingga proses bikin Dawet Sambel itu sendiri.
Saat ini Dawet Sambel sudah sangat mudah untuk di Jumpai di Jatimulyo,
Dengan Harga Rp. 4.000.- sudah bisa menikmati Kelezatan Dawet Sambel dengan perpaduan 3 rasa istimewa, yaitu : Pedes Manis Gurih
‘ Bakul Dawet Ora Ngemut Susur, Andum Slamet Diparingi Sehat Panjang Umur’
Nyi Ponirah Dawet Sambel
1 Komentar
Glagar Coak · September 2, 2022 pada 1:04 pm
Mantap sekali ini min,Rasanya memang unik. Mungking emang terasa asing dan aneh bagi orang yang belum pernah mencobanya,tapi pas nyobain cocok juga di lidah saya …
Terus berkembang dan semakin sukses @dawetsambelnyipon